Saturday I'm in LOVE

on Sunday, April 13, 2008


April, 12 - 2008 Sabtu? Hari ini terasa sangat berbeda dengan hari-hari lain. Senang, burn out, santai...wah terbayang sudah momen istirahat bagi sebagian besar buruh termasuk aku. Kalau boleh membandingkan, aktifitas di hari sabtu saat masih bujang dengan sekarang (sudah beranak pinak) tentu saja jauh berbeda. Saat bujang, sabtu bisa dihabiskan dengan tidur seharian, bermalas-malas wah...pokoknya benar terkesan looser lah, hahaha..Tapi setelah menikah apalagi bertambah peran menjadi ayah, pemaknaan sabtu adalah tetap dengan tanggungjawab. Mulai dari mengantarkan istri yang juga buruh sales administrasi di perusahaan milik kapitalis Korea di kawasan pelabuhan. Menemani mertua yang datang berkunjung (dengan alasan tengok cucu). Arisan bapak-bapak di kampung yang mayoritas kumpulan pensiunan pegawai negeri (yang ampun! Terbayang ketika mereka dulu bekerja pasti juga tidak genah untuk negara brengsek ini).


Yah..ternyata intervensi masa memang memberikan pengaruh pada manusia untuk memaknai dan menjalankannya. Dulu dan sekarang tentu saja berbeda. Walaupun terasa ada hal-hal yang tidak menyenangkan atau tepatnya membosankan, tetapi memberikan ketertarikan tersendiri bagi aku. Kalau teman kantorku, Mas Huda yang juga mantan wartawan TEMPO, selalu mengatakan : ”Saya sangat kagum dengan sikap Tamara (Blezinsky) yang aktris itu, ketika diwawancarai salah satu infotainment.” katanya. Dengan suara beratnya yang khas, mas Huda mencoba menirukan statement aktris yang kebetulan janda yang amboi cantiknya itu. ”Jika kau tidak bisa merubah keadaan, rubahlah cara pandangmu terhadap keadaaan itu!” begitu katanya. Aku selalu tersenyum jika ia mengatakan itu. Yah ada benarnya juga. Kalau kaum NLP (neuro lenguange program) bilang itulah : REFRAMING! Membingkai suatu persepsi yang lain dengan usaha mencari hikmah! Wow, wisdom...wisdom....Well come to optimism club!Maka segala kegiatan di sabtu akhir pekan dengan statusku sekarang adalah : everything is enjoy, although tired. Hahaha...

Rumah di Pagi Hari
Seperti sabtu minggu ini misalnya. Untuk sekian kali, aku telat menjalankan perintah Tuhan (yang kebetulan aku yakini) untuk subuhan. Aku yakin muadzin adzan subuh masjid pun sudah kembali tidur. Subuh yang harusnya dilakukan pukul 04.00 wib baru aku ladeni di pukul 06.00 wib. Panggilan sholat yang konon sejarahnya dibawakan dengan merdu oleh seorang budak belian pilihan Rassulullah bernama Bilal. Namun bagiku adzan di kampungku sama sekali tidak ada merdu-merdunya. Suara speaker masjid itu terdengar meraung-raung parau bagai burung rangkok jantan yang akan membuahi betinanya. Tapi itulah wujud kerukunan beragama di kampungku sekarang yaitu toleransi beragama yang harus dibayar mahal oleh kelompok agama lain. Tuhan memberkati :)

Khalilla buah hati kami telah asyik bermain dengan bundanya. Tampak ramah ketika namanya aku panggil. Matanya yang bulat memancarkan keriangan dan seolah berkata dan mengingatkanku: ”Ayah hari ini hari sabtu lho, inget nanti nganter bunda kerja, terus nanti menjelang tengah hari main-main lagi denganku, gantiin popokku eh jangan lupa, harus sering gendong aku yang hampir 7 kilo ini. OK, yah? Deal?” Senyum dan ocehan makhluk 3 bulan itu memang yang selalu kami nanti, tampak puas dan menggemaskan di antara payudara istriku yang selalu menjadi pusat gravitasinya. Alhamdulillah, ASI dari Nina selalu mencukupi nutrisi bayi gempal kami ini. Aku sangat salut pada istriku. Dengan penuh ketelatenan setiap berangkat kerja tak lupa ia membawa seperangkat alat : pemeras susu lengkap dengan botol-botol penyimpan dan termos es sebagai wadah. Senin sampai jum’at, peralatan itu selalu ia bawa dan kegiatannya adalah : setiap jam istirahat selama 1 jam ia selalu menyendiri untuk memeras ASI.

Tekun dan penuh keikhlasan. Gila, tidak terbayangkan bagi bagiku peran seorang ibu memang luar biasa, mengandung, melahirkan, menyusui, mendidik, menjadi sahabat sekaligus guru bagi anak-anaknya selain mitra yang equal dengan suaminya. Luar biasa, aku memandang istriku secara fisiologis telah menciptakan kerja-kerja kelenjar mamme lengkap dengan semua alveolus bersenyawa dengan darah keibuannya. Sehingga air yang mengadung protein sebagai antibodi dan nutrisi kebutuhan bayi sebagai mukzizat Tuhan itu pun keluar dengan lancar.Aktifitas selanjutnya adalah yang paling menyenangkan bersama Khalila, yaitu : Time To Bath! Melihat wajah mungilnya yang lucu yang selalu senang berada di dalam air yang membawa memorinya saat berenang di air ketuban kandungan bundanya. Ia sangat antusias, ya terlihat dari suara-suara lucu yang ia keluarkan, gerakan aktif kaki dan tangan yang menghentakkan air yang menggenanginya. Menggemaskan sekali. Aku dan Nina pun terbawa dalam kegembiraan, sambil selalu bercakap-cakap dengan Khalilla seolah-olah kami terlibat percakapan dan saling memahami.

Meninggalkan Rumah
Tepat pukul 7.30 wib, aku pun mengantarkan Nina ke tempat kerjanya. Waktu tempuh dari rumah kami sekarang di Banyumanik ke tempat kerja Nina sekitar 45 menit kalau naik sepeda motor. Jika pakai mobil hanya 30 menit melintasi 23 km dengan harus bersilahturami plus membayar hingga 2 kali kepada penjaga pintu tol. Gaya hidup kami dilihat dari jarak tempuh rumah dengan pekerjaan, sudah seperti kaum post urban saja. Hahaha..Kali ini sengaja aku menggunakan sepeda motor, karena hari ini aku memang akan men-service motor buatan Jepang itu ke bengkel. Apalagi setelah Nina pindah di tempat kerjanya sekarang, setiap malam setelah pulang kerja terpaksa aku harus mencuci mobil. Ya, faktanya seluruh jalan menuju kawasan pelabuhan Tanjung Mas selalu digenangi air laut yang pasang ke darat (orang-orang menyebutnya dengan istilah : rob). Air laut yang kandungan garamnya tinggi itupun dapat berdampak korosit (pengaratan) pada besi. Termasuk besi mobil, sepeda motor ataupun rangka bangunan yang ada di kawasan tersebut.

Sebagai contoh jalan utama menuju pintu I pelabuhan Tanjung Mas yaitu jalan Ronggowarsito, busyet! Genangan air sepanjang 200 m dengan kedalaman hampir setengah dari tinggi ban mobil itu pun lebih pantas dikatakan sebagai pantai. Gila! Itu fakta pembangunan yang terjadi lebih dari 5 tahun! Ibu kota propinsi taik kucing apa ini###@@@@!!??? Semua jalan menuju pelabuhan industri dan penumpang terbesar di Jawa Tengah itu digenangi rob. Padahal fungsi pelabuhan inilah yang menjadikan Semarang ini sebagai kota industri, pelabuhan perniagaan yang di dalamnya ada beribu buruh dan pejabat mengandalkan periuk nasinya. Lebih dari 50% pendapatan aset daerah (PAD) diperoleh dari kawasan tersebut. Gila! Gila! Pejabat ibu kota ini yang namanya Walikota dan aparat nya memang hanya seonggok daging busuk dengan hati penuh belatung dan otak yang tak lebih sebesar biji taik kumbang! Mereka tidak pantas dikatakan sebagai abdi masyarakat! Sungguh tidak pantas! Huhh! ????????? Hmm....ketika membicarakan negara, aku selalu menjadi kaum apatis! Brengsek, ternyata negara ini juga mempengaruhi cara berpikirku. Hahaha....belum katam juga aliran optimisme dalam pikiranku.

Eureka!
Dan sama. Hari ini ketinggian genangan air adalah setinggi betis orang dewasa. Setelah lumayan bersusah payah melewati pinggiran jalan dipenuhi bebatuan kasar, sekitar pukul 08.30 wib akhirnya sampai juga di kantor Nina. Setali tiga uang! Karena kompleks perkantoran yang hampir semuanya adalah perusahaan forwarding dan shipping milik asing yang berkantor cabang di kawasan pelabuhan itu pun tak luput dari genangan air laut. Yah sudahlah..malas aku membahasnya.

Setelah mengantar Nina, aku pun langsung mewujudkan agenda hari sabtu ini yaitu : service sepeda motor. Aku segara meluncur ke kawasan Stadion Utara untuk setel peleg roda. Kawasan stadion itu memang terkenal dengan belasan bengkel yang membetulkan peleg sepeda motor, daerah pedagang konstruksi besi bangunan dan satu ini yang tak kalah menarik : kawasan pedagang buku. Ya, setelah mendapatkan bengkel peleg aku istirahat sebentar. Lumayan capek, maklum sudah lama gak bawa motor untuk keperluan yang bakal seharian seperti ini. Sambil ngobrol ringan dengan si bapak bengkel, tiba-tiba pandanganku tertarik dengan beberapa lapak (kedai/kios) buku yang baru dibuka oleh pemiliknya. ”Kebetulan!” pikirku. Mungkin ini yang dinamakannya jodoh. Karena beberapa bulan aku memang ingin mencari buku-buku lanjutan tetralogi Andrea Hirata setelah Laskar Pelangi. ”Eureka!!” Aku putuskan untuk mendatangi sebuah lapak di samping bengkel tadi. Ramah sekali bapak penjualnya, dan tidak butuh waktu lama buku kedua dan ketiga bagian dari tetralogi karya anak negeri yang menjadi best seller dari motivation book itu pun aku dapatkan. Sang Pemimpi dan Edensor. Dua (2) buah buku yang akhirnya aku dapatkan, sebenarnya masih ada 1 buku lagi yaitu buku ke empat karya dari makhluk ”melayu” yang kaya goresan susastra dengan potret kenangan dan kajian ilmiah. Ya, buku dengan judul Maryamah Karpov itu belum beredar.

Belum lagi aku membaca buku-buku itu, dalam otakku segera muncul gagasan : ”Nina pulang jam 1 siang, nah saatnya mencari tempat yang nyaman untuk menikmati buku-buku ini!” Ya, benar, STASIUN TAWANG!” Gila...seolah-olah benar kata tokoh yang memberi pengantar dan komentar dalam buku-buku Andrea ini. Memberikan motivasi dan inspirasi. Hahahaha....dasar cerdas benar otak penerbit sekaigus pedagang buku ini ya. Dan memang dari buku Laskar Pelangi telah memberikan gambaran sederhana perjalanan hidup anak manusia dengan lingkungannya dengan segala kerangka penghargaan terhadap segala kemungkinan dan nilai luhur kemanusiaan. Jujur, memang aku terinspirasi. Dan dari satu buku yang telah aku baca, sangat kuat sekali ceritanya menyentuh kesadaranku. Kalau boleh memberikan komentar, Andrea Hirata berhasil menghadirkan runtutan kisahnya bergaya susastra dengan elaborasi appreciative inquiry. Sebuah model revolusi berfikir yang sangat menghargai manusia dan potensinya sebagai asset based thinking. (Terimakasih mas Dani Moenggoro atas pengantarnya). Luar biasa!

Stasiun Tawang
Setelah mendapatkan buku-buku itu, dan pas sekali peleg sepeda motorku juga telah selesai. Masih ada agenda hari ini yang belum selesai yaitu : service sepeda motor. Segara aku melucur ke daerah jalan Mataram untuk mencari bengkel. Dapat! Dan setelah memberikan beberapa request ini itu untuk service maka tidak butuh lama segera aku mulai membaca Sang Pemimpi. Menarik...dan semakin menarik buku ini.

Larut dalam keasyikan aku membaca, tidak terasa 30 menit sudah aku berada di bengkel itu dan ternyata selesai pula 2 orang montir itu menggarap motorku. Aku lihat jam di tanganku : ”hmm..masih jam 10.30 wib” pikirku. Setelah itu pun aku melanjutkan perjalananku. Dan karena dahaga yang lumayan membuat tenggorokan kering di kota pesisir dengan suhu sekitar 35 0 C, aku putuskan untuk singgah ke warung cina penjual es kelapa ”Kartika Sari” masih di daerah Mataram. Segar sekali dan memang sejak dulu, warung ini menjual es air kelapa pilihan dan orang-orang tua di Semarang tahu. Kelapa yang dipilihnya adalah kelapa mudah hijau yang degan nya sudah menjelang padat tapi tetap bisa dikunyah dengan kekuatan gusi...Rapuh dan lunak tetapi mulut ini tetap dapat merasakan patahan degan muda itu. Ditambah air kelapa yang dicampur dengan sirup khas warung itu. Sungguh tidak terasa intervensi pemanis buatan dalam sirupnya. Sungguh nikmat sekali. Dan itulah sebabnya, biasanya warung yang juga ruko berukuran 10 x 5 meter itu selalu dipadati pembeli. Tapi karena saat itu masih terlalu pagi, hanya baru aku yang menjadi pembeli. Aku menikmati betul segelas besar air kelapa dan degan itu sambil tak lupa melanjutkan membaca Sang Pemimpi.

Tidak sungkan-sungkan aku sesekali tertawa dan diam haru karena buku itu. Beberapa pembeli pun sudah silih berganti berdatangan. Lama-lama akupun merasa tidak pantas berlama-lama di situ. Sudah 30 menit aku di sana. hahaha..Rupanya pengaruh etika jawa ini pun ternyata mempengaruhi kebiasaanku. Aku putuskan untuk cabut dan meluncur ke stasiun Tawang yang telah aku impikan dari tadi. Hanya membutuhkan waktu 5 menit dari warung es tadi aku telah sampai ke Stasiun Tawang.

Stasiun kereta api peninggalan Belanda pada tahun 1920an ini masih terkesan kokoh dan bagus. Design arsitektur seorang Thomas Kersten, arsitek asal Belanda, ternyata menujukkan eksistensi sebuah karya cipta manusia yang tak lekang dimakan jaman. Kalau membaca cerita akhir hayat sang arsitek Belanda ini ternyata cukup tragis, ia akhirnya mati sebagai tawanan tentara Jepang yang sebelumnya juga sempat menikahi seorang perempuan Wonosobo. Beberapa karya ciptanya hingga saat ini masih difungsikan oleh masyarakat dan pemerintah Semarang seperti : Pasar Johar (walaupun sempat mau digusur oleh makhluk yang bernama Sukawi yang mengaku walikota itu), Gereja Blendug, Gedung Lawang Sewu (the exotic building), dan banyak bangunan tua lainnya. Hmm...Inilah sedikit dari banyak cerita sebuah negeri yang pernah dijajah banyak negara...hingga saat ini..hahahaha..

Parkir sepeda motor dan masuk ke dalam stasiun. Gratis? Oh tidak! Mana ada yang gratis di negara sakit ini. Alasan peron 1000 perak pun harus dikeluarkan, it’s ok! Biarlah. terserah mereka saja lah yang mengaku pengampu jawatan kereta api negera ini. Tepat sekali feeling-ku. Suasana pagi menjelang siang di Stasiun Tawang begitu mempesona. Tidak terlalu ramai. Karena kereta-kereta baru akan mulai sibuk sekitar pukul 12.30 siang nanti. ”Ah..Mantap.” pikirku. Segera aku mencari bangku tunggu di dalam stasiun. Ya dapat. Bangku dengan list besi dan topangan dari kayu jati tua yang masih terkesan kokoh. Nyaman sekali. Tidak butuh pikir lama, aku segera mengeluarkan buku yang tak sabar ingin kubaca. Sungguh larut aku dalam jalan cerita Sang Pemimpi. Bagaimana sequal dari Laskar Pelangi ini membawaku seakan aku mengikuti pengalaman masa remaja Ikal, Arai dan Jimbron. Sekali lagi, tidak berlebihan aku memuji si penulis ini. Sangat apresiatif.

Tanpa sadar pandanganku terganggu pada seorang anak muda di seberang rel kereta. Tidak ada yang luar biasa, hanya saja aneh menurutku. Pemuda itu bertelanjang dada hanya menggunakan celana pendek, sepatu dan kaos kaki yang panjangnya sampai ke lutut. Yang membuatku tertarik adalah, tingkah lakunya seolah ingin menunjukkan kepada semua orang yang ada di stasiun : ”aku sedang berlatih bertinju!” Apa??? Ya..tentu saja pemandangan itu mengundang perhatian orang banyak. Aku sendiri sempat tersenyum. Dalam hatiku sempat bertanya : ”apakah pemuda itu kurang waras?” Tapi segera aku tepis pikiran negatifku itu. Aku kembali tersenyum di antara orang-orang lain yang tertawa dan ada pula sekelompok orang yang membahas dengan nada mengejek. Aku tersenyum dengan berujar dalam hati: ”Ya, siapa tahu dia memang bukan siapa-siapa hari ini, tapi suatu hari nanti bisa saja ia menjadi petinju masyur. Karena dia sangat rajin berlatih dan ia menginkan hal itu. Walaupun sarana berlatihnya hanya di sebuah stasiun dengan ditertawai dan dicemohi banyak orang.” Siapa tahu? Wallahu’alam.

Hampir jam 13.00 siang, aku pun harus kembali menjemput Nina. Kembali melewati banjir. Untuk membawa dan menemaninya kembali ke pulang dimana anak kami pasti telah menunggu dengan tidur pulasnya yang menggemaskan.

wassalam

@

1 comments:

Anonymous said...

suamiku....kok mampir "kartika sari" gak ngobrol2 sih. bunda juga mauuuuuu....