Ibuku Pergi Untuk Selamanya...

on Sunday, December 16, 2007


22 November 2007
Jam 07.13 wib

Aku menerima SMS abangku (Danang).."Ntus, ibu td k rmh sakit diantar bpk pke taxi..kmarin udh diprksa kt dokter jantungnya kena.td pagi dadanya perih.."

Aku baru saja mandi pagi bersiap ke kantor seperti biasa. Aku langsung tlp abangku, dia menceritakan kejadian pagi itu. Aku sempat minta, ibu bed rest aja di RS, biar bisa dikontrol oleh dokter. Jujur aku lemes sekali..belum pernah aku dengar ibu kena jantung apalagi masuk ke RS. Aku segera masuk kamar mandi...dan menangis..membayangkan sakitnya ibu...dan sekali2 terlintas bayangan masa kecilku dengan ibu..nasehat2 ibu..keseharian ibu...dan kembali lagi yang menyentak "Ibu sekarang lagi sakit???? bagaimana kalau nanti ibu????jangan..jangan...Tuhan tolong hilangak perasaan takut ini...." Aku benar2 menangis...seakan aku ingin detik itu pula aku menemani ibu...biar sakit ibu aku yang rasa...".Walaupun aku menangis, aku tidak mau istriku tahu perasaanku waktu itu. Aku takut ia juga terbawa perasaan padahal kandungannya sudah masuk usia tua. Setelah pura2 membasuh wajah, aku keluar dari kamar mandi. Menceritakan kepada istriku, bahwa ibu sedang sakit dan dibawa di RS.


08.00 wib
Di kantor...perasaan ku masih saja terpikir tentang keadaan ibu..Aku telpon lagi abangku..katanya ibu dirawat di ruang Paviliun Cendana RS. Moewardi Solo. Aku tanya keadaannya...ibu sering merancau..dan ingin pulang...enggak nyaman katanya. Mendengar itu pun aku menahan tangis...aku bayangkan Bapakku yang dengan setia menemani Ibu dan abangku yang selalu menenangkan Ibu..(Ya Allah berilah kesehatan selalu pada Bapak).

Padahal hari itu, agenda di Semarang sanagt padat. Aku harus menyiapkan presentasi untuk hari jum'at besok ada meeting dengan konsultan FHI dari Combodia. Juga di hari yang sama ada pertemuan nasional di gracia. Aku fokus menyelesaikan data2ku dan draft presentasi, dan segera aku emailkan ke atasanku. Aku menargetkan jam 1 siang harus pulang ke Solo. Yang ada di pikiranku hanya.."bagaimana ibu??? ibu anakmu akan pulang...sabar ya bu...

Aku telpon abangku lagi, "Danang, aku siang ini pulang, tolong jagain ibu dulu ya. Bapak istirahat dulu jangan terlalu capek." pintaku ke abangku. Ia menjawab " Iya, tapi jangan buru2, santai aja di jalan apalagi kau nyetir sendiri.

12.00 wib
Selesai sudah data2 dan draft presentasi untuk Jum'at. Aku email ke CRku dan : sent!. Aku telpon dan SMS CRku bahwa aku aky harus ke Solo hari itu. Setelah itu, aku telpon Istriku (Nina).."dik pulang ke solo yuk?" ajakku dan Nina pun langsung menjawab OK! Aku segera jemput Nina di tempat kerjanya. Kami sempat mampir ke rumah untuk ambil persediaan baju seadanya, karena kami juga berpikir menginap 1 malam. Anehnya, kalau bepergian biasanya aku selalu membawa kamera digitalku. Tapi kali ini, perasaanku mengatakan "Enggak, aku gak mau bawa kamera!".

13.30 wib
Aku dan Nina segera meluncur dari Semarang ke Solo. Lumayan padat dan sempat pula arus jalan macet. Aku berusaha mengobrol biasa dengan Nina...kami saling mengobrol dan santai. Hanya saja pikiranku tetap ke Ibu.."Bu, anak bungsu ibu sebentar lagi sampai, sabar ya Bu, ibu pasti sembuh...sabar ya Bu.."

16.30 wib
Kami pun sampai di Solo dan langsung menuju ke RS Moewardi. Setelah menemukan ruangnya..aku langsung masuk kamar ibu dan aku dapati Bapak sendiri menemani ibu yang terus menyebut asma Allah..Di hidung ibu sudah terpasang selang oksigen dan di tangan kirinya sudah ada selang infus. Aku langsung mendekat dan mencium kening ibu..dan ibu tahu kedatangan kami. Aku dan nina mencium tangan bapak, lalu duduk di samping bangsal ibu. Aku berusaha tegar, tapi tiba2 aku tidak bisa menahan tangis dan menangis sambil mencium kaki ibu... Lalu aku berbicara dengan Bapak tantang kejadian pagi itu hingga perkembangan keadaan ibu. Bapak terlihat tenang tegar...tapi aku tahu bapak pun menahan kesedihan. Bapak tampak kelelahan, sewaktu aku menemani ibu dan memijat kakinya, aku sempat melihat bapak tertidur. Tidak selang beberapa lama..Abangku danang pun datang. Kami bertiga mengobrol..bahkan sesekali ibu ikut terlibat berbicara. Perasaan ku sudah berangsur tenang. Bahkan ketika Bulik Pin (adik ibu) datang, kami pun bisa bergurau juga ibu. Ibu sempat menyuruh kami menghabiskan makanan siang dari RS, katanya "ben menko dikiro aku sing mangan, kuwi ora gratis bayare larang" (biar dikira aku yang makan, itu gak gratis, bayarnya mahal koq). Lansung ditanggapi dengan guyon oleh bulik Pin dan kami pun tertawa.

Ibu memang terlihat sesak nafas, aku segera datangi ruang perawat untuk menyanyakan keadaan ibu. Ternyata diagnosa sementara dari dokter yang memeriksa ibu, ibu kena asma. Dan sudah dilakukan terapi menggunakan tabung oksigen.

Sekitar jam 17.00an, suster penjaga masuk untuk memeriksa keadaan ibu. Lalu dia menyarankan bagaimana ibu dipindah ke ruang intensif (CIU), dengan alasan tarapi pernafasan ibu tadi dirasa tidak berhasil, karena ibu masih kesulitan untuk bernafas. Ia menawarkan ibu untuk pindah. Semula kamu menyanggupi, bahkan ibu sendiri bertanya pada bapak "piye pak, aku pindah wae opo ora?" bapak bilang " Iya, pokoknya yang terbaik dari RS ini diupayakan untuk ibu". Tapi aku dan Danang coba check di ICU bagaimana ruangannya dan fasilitasnya. Kami check ternyata padat pasien. 1 ruang ukurang 4 kali 12 meter ada 4 pasien dan 1 bangsal kosong (mungkin untuk ibu). Sangat tidak nyaman dan sesak. Lalu kami bertanya pada petugas di sana, perlakukan apa yang membedakan jika ibu dirawat di ICU dibanding Cendana? Jawabnya hanya lebih intensif diperiksa oleh perawat, karena jaraknya lebih dekt dengan ruang perawat dan tamu atau pengunjung di batasi. Mendengar itu, kami berfikir bagaiamana kalau ibu tetap di Cendana (karena VIP) dan perlakuannya perawat akan intensif untuk check ibu dan tamu akan kami batasi dengan cara keluarga. Karena terus terang, kami takut ibu terganggu bila digabung dengan pasien lain atau bahkan mengganggu ketenangan pasien yang lain. Kami rasa ruang cendana cukup nyaman untuk ibu. Akhirnya suster pun setuju dan kami menandatangi kesepakatan membatalkan pemindahan ibu.

17.40 wib
Bapak bilang dia mau sholat magrib di musholla. "Aku jaga ibu ya Pak." Kataku ketika bapak akan sholat magrib. Di ruangan ada : aku, Nina, Bulik Pin dan Danang. Aku duduk tepat di sebelah ibu. Ibu memegang tanganku sambil berkata " Gus, doake ibu yo, aku pengen weruh anakmu." Mendengar permintaaan itu aku pun menjawab "Iya ibu, semuanya mendoakan ibu koq. Lagi pula ibu cuma sebentar di sini, besok udah sehat dan pulang ke rumah kan?" Ibu mengangguk tersenyum ke arahku, sambil memandang Nina yang sedang ngobrol dengan Bulik tidak jauh dari tempat tidur ibu.

Lalu Ibu sempat mengeluh " piye iki, turune ora penak, dadaku koq sesek yo? Jikok'e lengo cengkeh ning duwur lemari kuwi". Kata ibu sambil menunjuk-nunjuk kan tangannya ke arah yang sebenarnya tidak jelas. Kontan, intruksi ibu itu direspon bingung oleh kami semua. Karena tidak ada minyak cengkeh yang ibu maksud dan lemari yang mana? Kami semua sempat bingung. Kemudian aku merasa, ibu pasti tidak sadar apa yang ia ucapkan. dan ia pasti membayangkan sedangn berada di rumah kami. Lalu ibu berkata "Bapakmu endhi?" Jawabku "bapak lagi sholat di di mushola, sholat magrib.". Ibu langsung menyahut "pasti mengko suwi, soale nganggo ngobrol-ngbrol dhisik". Kami yang ada di ruang itu pun tersenyum.

Lalu ibu berkata lagi "dadaku sesek banget, turune ora penak. Danang ning endhi?" Saat itu memang abangku lagi sholat diruangan itu. Lalu ibu minta dioleskan minyak cengkeh lagi. Dia mendesak diambilkkan. Aku berkata pada ibu "ibu sekaarang kita sedang di rumah sakit, minyak cengkeh ada di rumah." Ibu memandangku dan berkata "ooh...iki ning rumah sakit tho?" Aku sempat tenang ibu sadar ia ada di mana, kemudian ia menanyakan abangku lagi. Saat itu bapak datang dan mendekati kami. Danang pun menghampiri, didekat ibu. Ibu menanyakan lagi minyak cengkeh. Lalu danang inisiatif mengambilkan minyak cengkeh itu di rumah tetapi kalau ada di apotik yang dekat pun dia akan beli saja dari pada pulang kerumah. Lalu Abangku itu pun keluar untuk memenuhi permintaan Ibu yang sangat dicintai Suami dan anak-anaknya itu.


18.00 wib
Ibu mengeluh sesak nafas lagi, dan minta posisinya tidurnya dibuat nyaman. Aku panggilkan suster untuk membantu kami, sekalian memperbaiki selang oksigen dihidung ibu yang lepas. Suster pun datang, aku, bapak, Nina dan Bulik Pin membantu memindahkan posisi badan ibu dan mengatur posisi tempat tidur. Tiba-tiba, kaki ibu terasa dingin sekali. Ya, dingin. Lalu aku pindah ke posisi kepala ibu dengan bapak, Bulik Pin yang semula tenang tiba2 mulai panik. Aku dan bapak tepat disamping kiri ibu. Aku pegangi tangan ibu terus dan mengusap rambut ibu sambil terus mengucapkan kalimat2 tahlil dan tahmid.

18.15 wib
Aku berusaha tenang, ketika melihat ibu menarik nafas panjang dan...menghembuskan nafas yang terakhir..."Allahu Akbar...!!!!!" Teriakku..."Ibuuuu.....!!!!" Bapak pun segera memegang dagu ibu yang yang memang terlihat tak bertenaga lepas dari mulutnya . Berusaha menempatkan kembali..dan berkata "Innalillahi wa'inaillaihi ro'jiun"...Aku hampir tidak percaya dengan apa yang aku saksikan dihadapanku...sekali lagi aku mencoba tenang. Aku pegang tangan ibu, dada ibu, lihat lebih tajam detak jantung dari dada ibu...Aku minta suster periksa ibu..."Panggilan dokter sekarang juga!" Teriakku. Suster bilang harus ditelpon dulu, aku tidak peduli aku ingin ibu ditolong dokter. Dua orang perawat yang lain berusaha memastikan kondisi ibu. Aku masih berharap ada keajaiban datang membantu ibuku. Lalu suster dan perawat lainnya mengatakan " denyut nadinya sudah tidak ada, jantunnya juga." "Maafkan kami Pak, ibu sudah tidak ada." kata perawat itu. "Subbanallah...innalillahi wa'ina illaihiro'jiun....ibuuu.." tangisku pun tidak bisa aku tahan...

Ya itulah kejadian terakhir bersama ibu..dan ibu pun menggalkan aku selamanya..Ibu pergi disaat suami tercinta..bapak...selalu setia, cinta dan kagum atas ibu melalui usia pernikahan mereka yang melebih separuh dari usia bapak. Ibu pergi di saat Putra sulungnya, tidak menemaninya karena ingin memenuhi keinginan ibu tercinta yang sedang sakit. Ibu pergi di saat Putra keduanya sedang mencoba mengabdi pada ribuan petani yang nasibnya selalu dimainkan oleh pemodal dan negara ini. Ibu pergi di saat Putri kesayangannya sedang mengabdi untuk pendidikan bagi anak-anak jauh di bumi timur negeri ini . Ibu pergi tanpa sempat melihat anakku yang diperkirakan akan lahir bulan depan..cucu perempuan ibu. Ibu meninggalkan mantu-mantu dan cucu-cucu yang teramat mencintainya. Tapi yang pasti Ibu pergi dengan segala pesan bagaimana kami harus selalu jujur, rendah hati dan ingat Tuhan.

Ibu memang sudah meninggalkan kami semua...

Tapi cinta ibu...doa-doa ibu untuk suami, anak2nya..mantu2 dan cucunya selalu hidup di hati kami..

Senyum ibu...nyanyian-nanyian ibu..canda tawa ibu...galaknya ibu...semuanya...tidak akan hilang dari batin kami...

Semua kenangan tentang ibu adalah segala hal yang indah..mendidik kami anak-anaknya mengasihi sesama..

Ibu..dalam doa kami akan selalu ada permintaan kami agar ibu bahagia di Surga Terindah milik Allah...

Ibu kami sayang Ibu...sampai kapanpun..kami akan buktikan cinta kami untuk ibu dengan mengabdi dan menjaga Bapak...keluarga kami...dan sesama..seperti yang ibu lakukan dengan kasih kepada siapa saja yang memerlukan bantuan ibu dulu.

Selamat jalan Ibu...dalam perlindungan Ya Rahman Ya Rahim..Allah bahagiakanlah Ibu yang selalu mencintai-Mu...

AMIEN YA ROBBAL'ALAMIN...