Laskar Pelangi : Nonton Vs Baca

on Sunday, October 12, 2008


Finally, tiket nonton bioskop film Laskar Pelangi dapat juga. Obsesi nonton sebenarnya sejak launching beberapa yang minggu lalu. Pertama sewaktu akan nonton (masih bulan puasa), aku, Nina dan Entik berniat nonton di Semarang. Tapi antrian sangat panjang yang alhasil ticket box selalu ludes terjual. Aku termasuk orang yang penasaran, jujur bukan mau membandingkan cerita di novelnya dengan dalam bentuk film. Tetapi pingin banget melakukan testing apresiasi-imajinasi membaca-ku dengan seorang Andrea Hirata dan seorang Riri Reza. Sejak membaca novelnya dulu, aku langsung punya imajinasi pada beberapa figur tokoh baik secara fisik, lalu setting kejadian, yang aku bayangkan sekolah SD Muhammadyah itu seperti apa, lalu wajah Belitung yang "dikuras" oleh PT. Timah itu seperti apa..imajinasiku tentang Ikal, Lintang, Mahar dan terutama HARUN. Aku ingin sekali melihat 3 persepsi manusia mengapresiasikan novel dahsyat itu.


Dan saat itu pun tiba. Tadi malam (minggu, 12 Oktober 2008), di waktu tayang terakhir yaitu pukul 21.50 wib. Aku dan Nina berkesempatan untuk nonton film yang telah ditungggu-tunggu selama 1 tahun-an ini. Tepat dugaanku, tidak terlalu jauh apa yang aku imajinasikan dari membaca novelnya dengan apa yang divisualkan oleh seorang Riri Reza. Membayangkan tubuh kecil Lintang yang puluhan kilometer harus ditempuh dari rumah ke sekolah dan kerap kali harus sabar menanti buaya yang melintas di jalan. Atau cerita di toko Harapan Jaya, ketika Ikal kecil yang jatuh cinta pada padangan jemari halus si Aling. Atau tarian majis hasil karya Mahar dalam karnaval antar sekolah. Atau lomba cerdas-cermat yang menjadi momentum proklamasi kecerdasan seorang Lintang walaupun setelah itu kenyataan menyatakan ia terpaksa berhenti sekolah dikarenakan ditinggal mati ayahnya dan harus bertanggungjawab kepada adik-adiknya.

Hmm...apa ya komentarkuSecara napsu hiburan, cukuplah untuk menghibur. Kecerdasan Lintang seorang anak sekolah dasar dalam novel yang dengan lugas ia bercerita tentang Plato, Aristoteles, Newton maupun fenomena ilmiah lainnya berhasil disederhanakan lebih membumi melalui filmnya. Demikian juga waham maestro dan magis yang dimiliki oleh Mahar pun tidak begitu tampak dalam filmnya.Terus terang aku sepenuh hati menyadari bahwa, ideologi pembuatan film ini jauh berbeda dengan ideologi ketika Andrea Hirata menulis novel Laskar Pelangi. Menurutku, secara sajian hiburan terutama tontonan anak, film Laskar Pelangi sangat memberikan suguhan nilai-nilai yang kental akan budi pekerti dan etos belajar yang sangat baik. Riri Reza berhasil menyuguhkan sebagian pesan dari Laskar Pelangi dan sebagian kekayaan ruang empiris dan imajinasi seorang Andrea Hirata ke dalam sebuah layar tiga dimensi. Sebagian dari novel aku rasakan hilang. Untunglah ekspektasi-ku terhadap filmnya tidak terlalu tinggi. Apapun itu, terimakasih dan salut atas apa yang sudah dikerjakan oleh cineas muda yang telah mengadopsi sebuah novel dahsyat Laskar Pelangi dalam sebuah layar kaca Indonesia. Semoga nilai-nilai budi pekerti tetap menjadi motivasi bagi bangsa ini. :)

Salam
@

Idul Fitri Kami

on Friday, October 10, 2008


Suasana menjelang Idul Fitri 1429 H kemarin bagiku secara pribadi menjadi momentum transisi emosional. Lebaran 1 tahun yang lalu, keluarga besarku dapat berkumpul secara lengkap. Diawali dalam proses persiapannya, bapak dan ibu dibantu Abangku dan Kakakku sibuk mneyiapkan segala masakan, membersihkan rumah "kebesaran" kami (ya karena memang terlalu besar), menyiapkan segala hal untuk menyambut kedatangan Bagas & Banu yaitu generasi ketiga yang meneruskan sejarah keluarga kami. Sedangkan aku mendapatkan giliran, lebaran tahun lalu lebih dahulu berlebaran di hari pertama di rumah mertua di Jepara. Aku bisa merasakan hangatnya suasana keramaian di rumah Solo menyambut lebaran. Dan pada hari kedua lebaran, aku dan istriku pun datang ke Solo. Menikmati lebaran bersama orang-orang yang sangat kucintai..orang-orang besar yang telah memberikan banyak tauladan selama ini. Bersama Ibu..


Idul Fitri tahun ini...Aku, Nina, Atik (sepupuku dari Pekanbaru yang sedang kuliah di Semarang) juga Khalilla mudik ke Solo. Jelas berbeda, tahun lalu Khalilla, cucu perempuan pertama Ibu belum lahir. Aku masih teringat bahagianya Ibu ketika dulu aku beritahu bahwa anakku akan lahir perempuan. Ibu seakan-akan jelas terlihat menjadi lebih bersyukur atas apa yang Ibu nantikan selama ini.

2 Hari sebelum lebaran, Bapak mengajakku juga Bang Danang dan Imun menemaninya data mengunjungi beberapa sanak saudaranya di Yogya. Misi perjalanan kami adalah memberikan sedikit bantuan uang dan beberapa pakaian pantas pakai yang sudah Ibu kumpulkan dan Ibu bagi-bagi sendiri untuk beberapa keluarga Bapak yang ada di Yogya. Memang ada beberapa keluarga dari Bapak yang hidup memprihatinkan dan memerlukan bantuan. Hal itu selalu menjadi konsern ibu setiap tahun. Itulah salah satu sifat luhur Ibu yang selalu menjadi contoh bagi kami. Ibu memiliki welas asih yang tinggi. Semoga kamipun selalu dijaga untuk hal itu. Amin.

Setibanya di Yogya, di salah satu rumah keponakan Bapak, ketika Bapak menyampaikan maksud kedatangannya dan menyebutkan ini adalah amanah almarhum Ibu. Tanpa kami duga, Bapak sempat tidak melanjutkan kata-katanya. Aku kaget dan melihat ke wajah Bapak. Wajah lelaki tua itu, bergaris haru..pandangannya seketika kosong. Seakan meningalkan ruang tamu tu dan berlari sekencang-kencangnya ke suatu masa Bapak dan Ibu memulai sebuah kehidupan manusia yang di sebut keluarga. Suara Bapak tertahan.. ..ada hisakan tangis yang lirih..beberapa butir air matanya pun tak mampu terbendung..Lelaki tua berhati kaya itu yang hanya sekali menangis pada saat menyambut kepulangan Kak Tri dari Ambon mejelang pemakaman Ibu itupun menangis untuk kedua kalinya. Hanya sekian detik...namun sangat mempengaruhi suasana di ruangan itu. Semua keponakan bapak yang rata-rata usianya jauh di atas aku dan abang-abangku pun tak tahan menahan haru. Ada apa ini? pikirku. Jelas sekali kehilangan Ibu memang tak kan tergantikan..

Begitu juga dalam menyiapkan segala masakan untuk Idul Fitri. Di bawah koordinasi Kak Ririn maka mulai lah segenap perempuan yang ada di rumah Solo mulai bersibuk-sibuk memasak opor, gulai nangka, rendang dan sambal goreng hati. Para lelaki menyiapkan selongsong ketupat, membersihkan rumah juga sesekali menenangkan Banu atau Bagas ataupun Khalilla yang butuh "ruang gerak" untuk hak-haknya sebagai anak :) Hmm...capek tapi tetapi menyenangkan..Ibu, kami akan coba pertahankan tradisi menjamu keluarga yang datang dan tamu lainnya dengan masakan-masakan peninggalanmu.. :)

Esok harinya...kami sholat IED, sungkeman satu sama lain..dan ini lah yang menjadi agenda terbaru lebaran tahun ini..yaitu : Ziarah ke makam Ibu.
Khyusuk kami berdoa memohon ampunan Allah untuk Almarhumah Ibu. Semoga ditempatkan dalam keabadian Bahagia di Syurga..mohon kepada Allah agar kami yang ada seluruhnya diberikan semakin lebih baik dan bersyukur atas nikmat selama ini..Baru kali ini aku menangis di makam ibu..aku terbayang saat masa-masa kecilku...aku teringat beberapa nasehat Ibu..dan aku teringat saat terakhir dengan ibu...Aku sempat berbisik dalam doa.."Ibu, putriku Khalilla sekarang udah 9 bulan..sehat lucu..cerdas seperti Yangtinya..Aku bangga punya Ibu dan pasti akan selalu aku ceritakan kebesaran hati ibu kepada Khalilla..supaya diapun bangga dan berbudi seperti Ibu..Amien."

Taqoballahu minna waminkum
Minal 'Adin Wal Fadzin

Mohon Maaf Lahir & Batin

salam
@