Rindu ini, hebat sekali..

on Tuesday, April 22, 2008

Minggu-minggu ini aku disibukkan dengan beberapa urusan pekerjaan. Bersama tim membahas dan merancang bagaimana urusan dengan NGO dan pemerintah kedepan terkait persoalan yang tak kunjung terang, HIV & AIDS. Pusing dan lelah juga ternyata. Tetapi sekejap perasaan invalid itu selalu sirna dengan adanya senyuman Khalilla. Bayi itu seolah men-charge-ku dengan energi bermaha-maha daya lagi. Menggendong, memandikan, mengganti popok, mendongengkan cerita-cerita (mulai dari serius sampai yang membuat Nina terpingkal-pingkal), hingga menidurkannya. Kegiatan “rumah” yang sangat memberikan makna bahagia.


Memandang Khalilla, kerap kali terlintas wajah almarhumah Ibu. Ya, gambar itu melintas jelas dan selalu dengan senyum hangatnya. Seringkali beberapa detik aku tertegun, merasakan waktu benar-benar terhenti, telingaku terasa tuli, sangat sepi. Sekian detik yang membawa pikiranku ke wajah perempuan yang telah melahirkanku, meregang nyawa demi anak-anaknya, membesarkan, mengajarkan arti budi pekerti, memperdendangkan pertamakali ditelingaku sebuah gubahan manusia yang disebut lagu. Wajah ibuku. Perempuan jawa yang sangat luhur, sangat memegang prinsip kejujuran, yang memiliki keteguhan hati yang ia yakini hingga kapanpun. Ibuku yang sangat aku banggakan.

Aku masih ingat sekali, keteguhan Ibu tetap memakai kain kebaya jawa padahal kami tinggal di ranah Melayu yang sangat plural. Kata abangku, dulu ia sempat melewati masa malu karena ibu yang berkebaya. Tetapi malu itu berubah menjadi perasaan bangga setelah ia mulai dewasa apalagi sekarang. Benar-benar menunjukkan eksistensi kemandirian di tengah hegemoni budaya yang bermacam. Jati diri perempuan jawa yang cerdas dan tegar. Sekian detik yang benar-benar membawaku ke masa-masa kecil. Melihat ibuku dengan kebayanya, jarik, setagen (kain lingkar perut atribut kebaya), dendangannya, masakan-masakan khas ibu, gethuk dan agar-agar buatan ibu, cerita lucu dan cerita-cerita muda ibu, semua…semua…ya semuanya tentang ibu. Tanpa terasa pun mataku yang menerawang berjuta-juta kilometer itu basah oleh air mata. Air mata kerinduan. Rindu seorang anak akan ibu kandungnya.

Kemudian kesunyian yang membahagiakan itupun sirna ketika Khalilla merengek manja seolah meminta aku terus bercerita bagaimana nasib pekerja seks, pecandu madat, narapidana, waria dan gay dengan ancaman HIV jika tempatku bekerja suatu saat tiba-tiba berhenti dan negara tetap tidak peduli. Cepat besar ya Lil :)

Wassalam

@

0 comments: