Maafkan kami, karena rumah kami di atas bekas lahan sawah

on Thursday, January 17, 2008

Rumah hunian kami tidak dirasa hampir selesai. Itu pun kami ngeh baru 2 bulan yang lalu. Awalnya hanya ingin melihat2 sambil iseng berkunjung ke lokasi perumahan. Eh, ternyata pembangunan sudah dilakukan. Ada 6 tenaga tukang yang mengerjakan bangunan itu. mandornya adalah Pak Yudi. Bapak berusia 56 tahun itu sangat cermat mengawasi dan membantu langsung para anak buahnya. Aku dan istri sempat kaget, koq udah dibangun ya? dan ternyata itu adalah rumah pertama alias rumah contoh di areal cluster Balai Amarta yang ada di perumahan Tembalang Regency. Jadi selama ini, kamilah orang pertama yang membeli kapling di sana. Hahahaha...dasar pembeli yang aneh.


Rumah mungil tipe hampir 50 ini dibangun di atas lahan 108 m dan bekas sawah. Apa????? Sawah!!!! Berarti dulu penghasil beras dong? Wah, petaninya kemana ya? Berapa orang buruh tani yang harus menganggur? atau bekerja apa mereka sekarang? apa yang menggantikan konservasi air tanah kalao sawah dijadikan perumahan? semakin melenggangkan jalan pemerintah untuk melakukan import beras dan gabah kering dong, karena pertanian rakyatnya hancur...wah..wah...dari ekonomi mikro sampe makro nich dampaknya...Padahal rencana pengembang perumahan itu merencanakan perluasan pembangunan perumahan hinggal 50 Ha dan 90 % dibangun di atas lahan pertanian padi produktif!!!! Bapa Karl Marx, maafkan aku :)

Jadi sangat bertolak belakang dengan revoluasi agraria yang sejak dari dulu diperjuangkan oleh kelompok agraris. Kalau tidak salah mereja muncul di saat struktur ekonomi berlaku timpang dan menggusur wewenang tradisional, terus ketika proses kapitalisme makin menyuburkan komersialisasi pertanian dan meruntuhkan keimbangan sosial, ditambah lagi sistem agraria makin menggerus harapan petani dan hanya melayani kepentingan kuasa modal, saat itulah revolusi agraria muncul sebagai sebuah gerakan perlawanan. Hahaha.....kalau situasiku sekarang adalah : bukan komersialisasi pertanian tapi pemodal properti perumahan yang memangkas pertanian rakyat. Hmmm...absurd juga ya, sadar itu gak bener tapi tetep beli rumah di areal itu. Hahahahaha....Kalau berfikir dialektis, maka dengan membeli atau membangun rumah di atas lahan pertanian produktif, maka akan berdampak....apa ya? Ya sekarang ini, tempe saja menjadi mahal...karena import kedelai yang semakin tinggi dan kita selalu dipermainkan oleh internasional. Lalu kelangkaan bahan pangan pokok. Hal-hal itulah yang tidak habis fikir, negara yang mengklaim dirinya sebagai negara agraris harus mengadalkan import kedelai, gabah kering dan beras. Negara apa sebenarnya ini????? Tidak punya kerangka pembangunan pertanian yang jelas...eh bukan hanya pertanian ding...semuanya, hukum, good governance, ekonomi, sosial, politik, budaya...semuanya gak jelas..Tuhan ampuni para pemimpin negara yang rakus dan bodoh ini. Amin..Untuk lesson learned : JANGAN AMBIL RUMAH DI LAHAN PERTANIAN PRODUKTIF!!!! OK? Biar kami saja yang terlanjur...hahahahaha

Wassalam

@

0 comments: