Sudah dua tahun lebih, Ibu meninggalkan aku. Hari - hariku penuh dengan kegiatan rutin berhadapan dengan masalah2 teknis kawan2 LSM di daerah juga berhadapan dengan para birokrat. Namun sudah setahun terakhir ini mulai tidak terlalu intens. Juga..setelah Lilla, putriku yang berumur hampir 2 tahun, 23 september 2009 yang lalu, lahir pula putriku, Athaya Pratista Thauri. Tuhan, anugerahMu memang tiada terkira. Atha begitu aku dan Nina memanggilnya. Atha lahir dengan cara bedah caecar, karena posisi akhir pada saat usia siap lahirnya ia malah iseng berakrobat, dan dokterpun menyarankan caecar.
Lilla dan Atha melengkapi kebahagian aku dan istriku di rumah mungil kami di Tembalang. Aku masih ingat, dulu ketika rumah itu belum dibangun, Ibu aku ajak melihat2 lokasi. Dan Ibu pun tertawa sambil berguyon.."Gus, luas omahmu mengko mung sak latar ngarep omah Solo thok iki?" Ya..luas rumahku yang hanya 108m2 ini memang tergolong kecil dibandingkan rumah orangtuaku di Solo. Aku tahu Ibu tidak bermaksud mengejek, karena aku paham sekali karakter Ibu. Rumah itu sekarang sudah jadi Bu..Kami renovasi dari bentuk aslinya. Ada kolam ikan koi dan waterwall di dalam rumah. Ruang tengah kami buat kesan luas, karena cucu perempuan pertamamu sangat gesit dan aktif berlari kesana kemari sambil menyanyikan lagu apapun. Persis seperti aku sewaktu kecil dulu, kata Enthik (kakakku). Talenta itu memang Tuhan turunkan kepadaku dan Lilla melalui Ibu.
Bu, beberapa kali aku ke Solo dalam beberapa bulan ini. Karena tugas dan biasanya tidak lama. Aku jarang pulang ke rumah Solo. Aku juga kangen Bapak. Tapi setiap aku pulang ke rumah, aku selalu merasa menjadi kehilangan Ibu. Aku ingat masa remaja awalku di Solo. selalu ada Ibu yang menemaniku, karena kita memang hanya berdua. Enthik, hanya sebentar di Solo setelah lulus SMA dia lanjut kuliah di Yogya. Sedangkan Bapak masih bolak-balik Solo-Pekanbaru, sambil mengurus proses pindah ke Solo. Ibu yang selalu menyiapkan minuman teh hangat atau susu setiap sore saat aku pulang dari latihan Merpati Putih. Itu berlangsung hingga aku SMA. Ibu juga yang selalu berdendang dengan iringan gitar atau keyboardku. Selera lagu Ibu memang keren banget. "Engkau laksana bulan..tinggi di atas khayangan..hatiku tlah kau tawan hidupku tak karuan.." Ya lagu P. Ramle itu sering Ibu dendangkan tak kurang pula lagu2 Koes Plus dan yang lainnya. Ibu adalah guru musik terbaik dalam hidupku. Rumah kita saat itu terasa hangat dan ceria sekali Bu. Es puter tape yang ider di depan rumah saat malam hari sering menjadi teman kita bersendagurau. Ibu masih ingatkan?
Bu, Rumah kita sepi Bu, hanya ada Bapak dan Danang. Bapak dan Danang sekarang sibuk mengembangkan usaha ternak burung hiasnya. Lahan rumah belakang ditambahnya Bu. Ada 800an M2 sekarang pekarangan kita. Banyak yang berubah..tapi bale-bale di belakang rumah masih ada. Setiap duduk di situ, aku selalu ingat Ibu duduk dengan nyamannya sambil menikmati karak. Kamar tidur ibu pun sudah berubah posisi barang-barangnya. Sengaja kami rubah Bu..karena kami juga tidak mau hanyut terus dalam kehilanganmu, terutama Bapak. Bapak yang tampak tegar, pun kerap aku perhatikan melamun atau tiba-tiba bercerita tentang Ibu. Aku bisa merasakan kerinduan Bapak akan Ibu. Dan...ada ruang di rumah kita yang sering membuat aku terhenyak. Ruangan yang bersebelahan dengan tangga. Dua tahun yang lalu di sana, aku, Danang dan Pak Tono memandikan jasadmu Bu..Walau sebelumnya aku menangis merasa tidak sanggup juga Danang. Tapi sekejap saat itu, aku membayangkan bagaimana Ibu siang malam merawat kami saat masih kecil seketika itu juga aku dan Danang tegar mengangkat dan memandikan jenazah perempuan yang teramat kami cintai. Saat itu, aku lihat Bapak hanya sanggup mengintip kami di balik jendela kamar, sambil menahan tangis. Ya..momentum itu yang selalu membuat aku terhenyak jika mengingatnya.
Ibu, sudah 6 bulan ini aku tak ke makam Ibu. Kangenku hanya bisa kusampaikan melalui doa. Ibu di sana bisa dengar atau lihat aku? aku selalu titip pesan dalam doa2ku kepada Tuhan, untuk Ia menjaga Ibu dan kabarkan pada Ibu bahwa kami, anak2 dan cucunya juga Bapak selalu dalam keadaa sehat. Aku selalu ingat Ibu..walaupun anakmu ini tengah berjuang dalam hidupnya..walau prihatin, memberikan yang terbaik untuk keluarganya..ya terbaik..dengan semua daya dan upaya. Persis yang dilakukan Bapak dengan dukungan Ibu dulu.
Tuhan, tolong sampaikan rinduku pada Ibu.
Semarang, 4 Maret 2010
0 comments:
Post a Comment