Merubah Pendekatan (Catatan Nusa Kambangan) – Chapter I

on Sunday, November 4, 2007


Awalan
Cilacap. Mendengar nama daerah itu sebenarnya aku agak males (maaf lho seluruh masyarakat Cilacap). Bukan apa-apa...seketika itu juga aku membayangkan perjalanan panjang 6 jam melalui darat dari Semarang ke Cilacap. Ya karena kewajibanku salah satunya ada menyantroni wilayah itu (harusnya) tiap bulannya, ya akhirnya Cilacap menjadi bagian dari kumpulan memori yang memadati otak kiriku. Nah ngomong-ngomong otak, aku jadi ingat sedikit lesson dari training Neuro Lenguage Programing (NLP) yang pernah aku ikuti bulan Juli yang lalu di Bandung. Wah..gila, ternyata otak aja dibagi2 ya menurut kerjanya. Ada kanan & ada kiri (hmm...jadi inget Antonio Gramsci) Otak kanan lebih merespon segala sesuatu yang bersifat imajinatif, kreatif maupun having fun yang lainnya. Berbeda dengan otak kiri yang lebih banyak bekerja untuk segala sesuatu yang berfikir, matematis, logika pokoknya yang pake acara mikir berat dech..Enggak itu aja, di berbagai sesi dari NLP tadi, kita pun mencoba langsung praktek menghadapi segala sesuatu yang susah diterima oleh ”otak kiri” kita namun dapat kita kerjakan dengan memanfaatkan ”otak kanan”. Dan gilanya ada ilustrasi yang mengatakan bahwa seorang Einstein saja, selamanya hidupnya ia memanfaatkan kemampuan otaknya hanya 12%!!! Apa??? Enstein??? Si Maha Ilmuan itu??? Hanya 12 % dari otaknya yang baru dimanfaatkan?????Gimana dengan aku????Hemm....NO COMMENT!!! J

Lalu apa hubungannya otak kanan dan otak kiri dengan Cilacap? Hahaha...kalo boleh aku hubung-hubungkan ya...perjalanan tugasku kali ini aku ingin lebih mengesplorasi ”keajaiban” otak kananku. Kenapa? Masalahnya, setiap datang ke daerah pojok selatan pulau jawa itu, aku selalu terbiasa meladeni sekumpulan para aparat kesehatan, dan aparat pemerintahan hingga aktifis LSM AIDS di sana dengan metode pendekatan masalah yang tentunya memeras energi berfikirku. Misalnya dialogku dengan kawan-kawan LSM dan pejabat dinkes maupun sektor terkait di sana : ”faktor saja yang menjadi kendala Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) setempat untuk meng-gol-kan budget AIDS dalam APBD?”, masalah kebijakan dan teknis apa saja yang menjadi kendala program intervensi dalam lapas Nusa Kambangan??”, ”mengapa RSUD Cilacap lambat sekali merespon kebutuhan treatment terhadap pasien ODHA yang dirujuk dari lapas Nusa Kambangan??” bla..bla..bla..segala pertanyaan yang padat dengan masalah pun jawabannya akan memunculkan beberapa masalah baru. Wah...kapan selesainya pekerjaan ini, kalau setiap pihak yang akan dirangkul sebagai jejaring kerja hanya menyodorkan masalah-masalah mereka.

Saatnya Praktek
Terus terang, semangat ini aku dapatkan pada sasat kelas Vibrant Fasilitation Training di Jogja september lalu. Ciee... J (Thxs to : Mas Oni, Mas Budi & Nova..Bravo Inspirit.. GBU all!) dengan semangat dan pengalaman yang ada aku coba dalam setiap melakukan fasilitasi pun advokasi dengan mengedapankan pendekatan potensi ataupun hal-hal positif yang sudah mereka lakukan. Contoh proses dari pendekatan yang aku lakukan misalnya ketika aku menghadapi situasi staf lapas Batu Nusakambangan yang selalu mengeluh dengan masalah-masalah yang menyasar pada area kendala. Misalnya, ”Wah Mas di sini itu susah, para Kalapas itu gak pernah bisa kumpul regular tiap bulannya. Bagaimana kita tahu perkembangan informasi program apa yang sedang berlangsung ataupun yang direncanakan.” Sebagai informasi lapas yang ada di Nusa Kambangan memang cukup banyak. Ada 1) Lapas Terbuka yaitu lapas yang diperuntukkan bagi warga binaan pemasyarakatan = WBP (istilah lain yang lebih humanis daripada narapidana) yang sudah melewati 1/3 masa tahanannya menjelang bebas; 2) Lapas Batu (untuk kasus umum termasuk juga terorisme : Amrozi & D’Gank misalnya sampai anak mantan orang nomer satu di Indonesia (si Tompel eh Tommy) dulu juga mendekam di sana; 3) Lapas Besi, nah ini lapas khusus WBP kasus penyalahgunaan napza; 4) Lapas Kembang Kuning, yaitu lapas umum; 5) Lapas Permisan, juga lapas umum; 6) Lapas Super Maximum Security (SMS) yang mirip rumah modern minimalis...Woww keren abis! Sayangnya lapas ini berubah fungsi, yang awalnya untuk tahanan hukuman mati dari kasus2 besar seperti terorisme eh malah jadi tempatnya bandar dan pengedar besar drugs..Ya biasalah memang banyak yang gak jelas di republik ini.

Ketika menghadapi para pimpinan lapas serta dokter dari Lapas Batu, mereka selalu mengeluh tentang situasi lapas. Terutama masalah layanan kesehatan dan koordinasi antar lapas. ”Setiap staf yang sudah mengikuti penataran (pelatihan) di luar baik untuk HIV/AIDS mapun kesehatan yang lain, selalu tidak bisa diinformasikan ke staf yang lainnya. Jadi hanya untuk yang bersangkutan saja ilmunya.” Aku coba menempatkan diri sebagai orang mencoba mengangkat martabat dan peran mereka selama ini. Aku mulai dengan : apa saja yang sudah mereka lakukan, bagaimana respon positif dari institusi maupun sasaran proggram mereka selama ini. Sekecil apapun respon positifnya aku coba angkat dan mendorong menjadi potensi bagi mereka lebih mengeksplor kemampuan atas ide2 mereka. Perlahan, mereka pun mulai terpancing situasi dimana mereka bisa bangga atas apa yang mereka lakukan selama ini. Mulai dari satu persoalan, bahwa adanya kemudahan untuk layanan kesehatan berkat bantuan ASKESKIN bagi WBP yang tidak mampu hingga peluang program informasi dan edukasi serta layanan rujukan kesehatan bagi WBP yang makin ditingkatkan. Wah...sebentar saja aku coba fasilitasi ternyata, cukup berdampak baik. Aku coba teruskan ide2 mereka dan apa yang sudah baik yang mereka jalankan selama ini hingga mengarah pada beberapa point rekomendasi. Dan alhasil, mereka pun terkejut, ternyata mereka sendiri melalui proses diskusi telah menghasilkan beberapa terobosan strategis yang jauh lebih baik.

Setelah beberapa diskusi kami lewati...siang itu tepat pukul 13.00 kami pun segera meninggalkan ”angkernya” lapas Nusa Kambangan untuk menyebrang ke Cilacap. Bagaimana Nusa Kambangan? Apa saja yang unik di sana? Sampai ketemu lagi di next chapter ya...

Wassalam

@